Posted by Restu Narulita at 17.41 0 leave comments
aku sangat suka dengan kota paris 
dan bermimpi suatu saat nanti aku berdiri dibawah menara eifel 
dengan dinginnya paris yang menusuk tulang 




ohhh paris . 
suatu saat aku akan menjengukmu kesana 
amin 

Minggu Ceria :D

Posted by Restu Narulita at 17.25 0 leave comments
ohhh my blog {} 
sudah sangat teramat lama ga pernah buka blog lagi 
dan ini perdana lagi aku buka blog ko jadi gugup . hahahahaha 
yang bener tuh ko jadi lupa cara ngeggunainnya gimana :)
hihiiiiii 
aku mau share sejepret dua jepret foto waktu jalan pagi dihari minggu 
bareng si sayang uhuk uhuk uhuk *batuk







AKU DAN SI PACAR

Posted by Restu Narulita at 14.39 0 leave comments

aku dan si pacar lagi kondangan :p 

TRANSTUDIO BANDUNG

Posted by Restu Narulita at 23.23 0 leave comments
dapet jalan jalan gratis dari tempat kerjaa ..
senangnya hihiiiiihiiiii ... 

alhamdulilahh yaa .
akhirnya bisa jalan jalan juga .
kerja terus sumpekkk ..
mari kita bersenang senang :D 











UNTITLE :)

Posted by Restu Narulita at 12.53 0 leave comments

Tidak ada penjelasan :) 
cukup .
titik

LANDAK YANG TAJAM . BUT I LOVE U

Posted by Restu Narulita at 22.30 0 leave comments
ini adalah landak kesayanganku . namanya LANDO sebenernya sih landak titipan pacar . berhubung dia kerja jauh dari rumah . jadi landak ini dititip di aku heheheheee .. semenjak ini landak tinggal dirumah , aku belum pernah dan belum berani buat megang . mengapa eh mengapa ? hihiiiii karena duri nya yang tajam , dan aku suka kaget tiap kali mau coba pegang :D 


ngumpet si lando



 lando abis dimandiin pake aer anget .
hatchii hatchiii bersin terus dia



  lando with my boyfie


azkya try to touch lando :p


si duri ini belum pernah aku gendong .
nyentuh pernah sih sekali kali .
walaupun dia sangat tajam .
but i love u lando :*



SATURDAY MORNING

Posted by Restu Narulita at 04.16 0 leave comments
Saturday 03.00 A.M.

early morning on the phone the alarm was soundedI woke up without a nod.
prepare all the purposes of the boyfriend to go to work.
last night he slept in my house.
without the sleep I get out of bedinto the kitchen and bathroom to prepare hot water for a bath and a cup of hot tea to warm his body in a very cold this morning.
do not forget I Preparing office uniform he will wear today.
do not forget before leaving he kissed me.
This is a duty as a wifebut I did not become his wifeand hopefully this will I do every morning before he left for work one day.
my boyfriend working survivedkeep the spiritand I love you so much







NO JOBS AT WORK

Posted by Restu Narulita at 15.26 0 leave comments
beberapa hari ini ditempat kerja lagi minim banget kerjaan .
pengunjung lagi sepi .
soalnya mungkin mereka udah pada sehat sehat sekarang huhuhu :D .
dan ini kerjaan aku kalo sedang jobless -_____________-




i eat ice cream
yummiiiii >.<
do you want 


a very innocent face once
hahahahahaa




stick out your tongue :p



rubber wire colour so ugly 
huhhhh :( 




last photo .
does in fact still a lot hahahah :D 

PERALATAN MAKE UP PERTAMA :)

Posted by Restu Narulita at 00.22 0 leave comments

berhubung gabisa dan gapernah mau dandan .
jadi ini si wajah selalu polos hanya mengunakan bedak tabur .
dan inilahhhh jeng jeng memperkenalkan peralatan make up pertamaku .
mereka adalah si Masakara
si Eyeshadow dan si Lipstik .
ahahahahahaha =)) 



mulaiii sekarang harus bisa  ya kamu restu menggunakan merekaaa .

lets tryin :) 

R.I.P GENZI DAN KALINI :(

Posted by Restu Narulita at 21.47 0 leave comments
akhirnya mereka meregang nyawa kembali . dua binatang yang paling aku sayang harus pergi lagi :( .
padahal sebelah mana lagi salah ngurus nya, makan teratur, kandang dibersihin sehari 3 x, disimpen di dalem rumah ..
ahhhh mungkin mereka menginginkan kehangatan yang lain . 
selamat jalan sayang :( sangat sayang kalian :* 









AKU MEMANG TIDAK SEPERTI MANTANMU

Posted by Restu Narulita at 18.39 0 leave comments

 Bianca menatap jam tangannya berkali-kali. Detak dari jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya sejak tadi terus menemani kesediriannya. Wajahnya cemas, bibirnya terkunci rapat, jemari tangan kirinya mengisi celah-celah kecil jemari tangan kanannya. Sesekali ia menyilangkan tangan di dadanya, ia merasa kedinginan. Bianca kembali menatap jarum jam,  setelah itu ia memerhatikan awan yang semakin gelap dan rintik hujan yang semakin deras, wajahnya cemasnya semakin terlihat jelas.
“Kevin belum juga pulang.” ucapnya perlahan dalam hati.

Disentuhnya plastik berisi dua bungkus nasi goreng yang ia beli di sebuah restaurant mungil di ujung jalan, sudah dingin, tak lagi hangat seperti awal ia datang ke tempat kost Kevin. Dua jam sudah ia menunggu, sementara Kevin tak kunjung pulang. Kevin juga tak membalas pesan singkat yang dikirim Bianca untuknya. Hujan semakin deras, Bianca semakin cemas. Bianca tetap saja melihat handphonenya, meskipun tak ada satu pesan pun dari Kevin, meskipun Kevin tak kunjung memberi kabar.

Terdengar desah suara mobil dari luar pagar, seseorang keluar dari mobil itu. Pria itu berlari-lari kecil lalu membuka pagar, kini pria itu berdiri tepat di depan Bianca. Bianca tersenyum lega.

“Kamu baru pulang? Sama siapa? Kehujanan ya?” tanya Bianca, masih dibalut wajah cemasnya.
“Kamu ngapain di sini sih?!” ujar Kevin setengah membentak.

“Aku mau bawain kamu nasi goreng. Kemarin, kamu sms ke aku katanya lagi pengen nasi goreng yang di ujung jalan itu, jadi aku beliin aja. Dimakan ya?” jelas Bianca dengan simpul senyum kecil bibirnya.

Kevin mengalihkan pandangannya, ia tak mau menatap Bianca, “Cewe bego! Pulang lo! Udah malem! Hujan juga kan!” bentaknya dengan nada tinggi.

Bianca hanya menatap sosok Kevin dengan wajah bingung, bentakan keras Kevin membuatnya mundur satu langkah dari posisi ia berdiri diawal.
“Tadi kamu pulang sama siapa?” tanya Bianca menahan rasa sedihnya.
“Sama mantanku, kenapa? Eh, aku heran deh sama kamu, seneng banget nungguin aku, kayak mantanku dong, orangnya enggak suka nunggu, kecuali kalau diminta!” jawab Kevin enteng, dengan wajah seakan-akan ia tak menyakiti hati Bianca.
“Oh…” ungkap Bianca menahan amarah. “Syukurlah kalau kamu bisa pulang sama dia, kamu juga enggak terlalu kehujanan. Ini nasi gorengnya, kamu makan ya. Aku mau pulang dulu.”
“Bawa aja nasi gorengnya, aku tadi udah makan kok sama dia.” tungkas Kevin dengan nada enteng.

“Enggak usah, kamu bawa aja. Aku pulang ya. Nanti langsung mandi dan keramas habis itu minum teh hangat supaya kamu enggak kedinginan.”  tegas Bianca sambil menatap wajah Kevin dengan penuh perhatian.

Kevin tetap membuang muka, sesekali Kevin menatap Bianca. Pandangannya mencuri-curi celah untuk menatap Bianca. Tapi, tetap saja dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa Kevin tak peduli dengan Bianca. Kevin tak peduli dan tak mau tahu rasa khawatir yang Bianca simpan dalam-dalam. Padahal, rasa khawatir adalah wujud dari rasa cinta dan perhatian. Perhatian yang diabaikan layaknya rasa sakit yang diam-diam menghujam. Itulah yang dirasakan Bianca. Ia pulang dengan rasa hampa. Ia pulang dengan gerimis kecil dimatanya, gerimis itu bernama air mata.
*** 
Suara mahasiswa yang menderu membuat Bianca pusing tujuh keliling. Bianca adalah wanita plegmatis yang kadang membenci keramaian. Ia hanya duduk sendirian, merasakan angin genit yang bermain dengan rambut hitamnya. Kevin berjalan di depannya namun Kevin acuh tak acuh, tak mau menatap sosok Bianca yang menunggunya sejak tadi.
Bianca terbangun dari bangkunya, ia berlari-lari kecil mengejar sosok Kevin, “Kamu kenapa akhir-akhir ini cuek banget?”
Kevin mengarahkan pandangannya pada Bianca, “Emang kenapa? Kamu kan cuma pacarku bukan istriku, salahku kalau nyuekin kamu?”
Bianca mengehentikan langkahnya, ia tertunduk seusai mendengar ucapan enteng yang terlontar begitu saja dari bibir Kevin, “Kapan kamu menghargai aku sebagai sosok yang penting dalam hidupmu?”
“Kapan? Kenapa bertanya? Bukankah aku selalu menghargai kamu?” tanya Kevin dengan nada keheranan.
“Padahal, apa yang tidak kuketahui tentangmu? Semua hal tentangmu tak pernah kecil dimataku. Aku selalu menghargai kamu, menghormati posisimu, dan masih memperlakukanmu dengan baik meskipun kadang kautak menghargai aku.” jelas Bianca dengan matanya yang mulai berair.
“Wanita bodoh! Jangan jadikan air matamu sebagai senjata pamungkasmu! Kamu cengeng, kamu berbeda dengan mantanku. Dia jauh lebih kuat daripada kamu!” tungkas Kevin dengan nada tinggi.
“Ya… aku memang tidak seperti mantanmu. Aku memang tidak secantik dan setegar dia. Aku memang tidak secerdas dan semandiri dia. Aku jelas-jelas tak luar biasa seperti dia. Tapi, dia hanya masa lalumu, sedangkan aku adalah masa kini yang mungkin akan kaubawa ke masa depanmu!” Bianca menatap Kevin dengan tatapan serius. Tak pernah Kevin melihat Bianca sekeras dan seberani itu.
“Kamu memang tidak seperti mantanku.” ucap Kevin singkat.
“Aku memang tidak seperti mantanmu. Aku adalah aku, yang akan luar biasa dengan jalan dan pilihanku sendiri. Kenyataannya kamu memang tidak bisa melupakan mantanmu dan masa lalumu.” ujar Bianca memicingkan mata, tatapannya tajam menatap Kevin.
“Bukan urusanmu!”
“Dan, aku sangat kecewa pada diriku sendiri, kenapa aku sulit membuatmu lupa pada masa lalumu.”
“Masa lalu bukan untuk dilupakan, masa lalu ada untuk dijadikan pelajaran.”
Mata Bianca memerah, cahayanya yang bening tak lagi bersinar dari bola matanya, “Aku juga kecewa pada diriku sendiri, kenapa aku sulit membuatmu jatuh cinta kepadaku lalu melupakan mantanmu?”
Kevin tak tega menatap Bianca, naluri lelakinya keluar, selalu tak tega menatap wanita yang sedang menangis, “Sudahlah…” ucap Kevin perlahan. “Jangan menangis.”
“Kita akhiri saja semua kalau memang kamu masih berhenti pada masa lalumu. Kita akhiri saja semua kalau memang kaulebih merindukan masa lalumu. Kita cukupkan sampai disini, kalau masa lalumu lebih mampu untuk membahagiakanmu.”
“Maksudku bukan seperti itu, Sayang.” dengan nada sok manja, Kevin menarik lengan Bianca. “Maaf ya?”
“Percuma ada kata maaf jika kau tak mau berubah. Percuma ada kata maaf jika kauterus mengulang kesalahan yang sama. Kembalilah pada masa lalumu, aku juga tak membutuhkan orang sepertimu dimasa depanku.” Cetus Bianca, meghempaskan lengan kevin dari lengannya.
Kevin tak menyangka bahwa wanita yang beberapa bulan ini disiksanya juga mampu menyiksanya dengan cara yang menyakitkan. Hukum karma ternyata berlaku, jika seseorang menyakiti hati orang, maka akan ada saatnya hatinya juga akan tersakiti. Kevin hanya mematung menatap Bianca, menatap punggungnya hilang dari pandangannya 

*** 
Jam waker melakukan tugasnya dengan baik, celotehnya yang berisik membangunkan Kevin yang masih saja terantuk di ujung kantuk. Dimatikannya jam waker itu, ditariknya lagi selimut yang sejak tadi malam menghangatkan tubuhnya. Matanya menatap jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. Gerakan reflek, ia menatap handphone, tak ada pesan singkat dari Bianca. Tak ada suara ketukan pintu dari luar. Tak ada lagi wanita yang menyiapkan bubur ayam sebagai sarapan kesukannya. Tak ada sosok wanita yang meletakkan teh hangat di dekat tempat tidurnya. Tak ada lagi Bianca yang memerhatikan sosoknya. Ia merasa kesepian. Rasa membutuhkan baru ia rasakan ketika ia telah kehilangan.
Kevin menghela nafas. Ia menarik selimut menghangatkan dadanya. Tubuhnya masih menggigil, demamnya tak juga turun. Entah sudah berapa lama hujan menari-nari tadi malam, hingga dinginnya masih saja menusuk tulang. Sosok Bianca yang ia harapkan tergopoh-gopoh membawa obat tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hanya detak jam dinding yang mendesah perlahan kala itu.
Kevin kembali menghela nafas. Ia menarik selimut menutupi wajahnya. Ada gerimis kecil dimatanya, gerimis itu bernama air mata.

PERI KECIL

Posted by Restu Narulita at 15.14 0 leave comments
untuk dua sahabatku,,hutan besar dan burung gereja kecil,,
dengar,,
satu bulan aku blajar mnjadi seorang peri,meskipun hnya menjadi peri kecil,dan ternyata aku hanya bisa mnjadi perempuan biasa,satu tahun aku terus blajar,dan aku hnya bisa mnjadi seorang wanita biasa,
satu musim aku terus belajar,agar mungkn jadi peri kecil,
Tuhan,betapa sulitnya aku bisa menjadi diriku,,
mreenangi malam dalam sujud pandangku,dengan dzkir berlapis rindu,aku belum bisa jd peri,
meski terus belajar,sebab Tuhan belum berkenan, karena bukan disni tempat seorang peri :)




IBUKU SEORANG PEMBOHONG

Posted by Restu Narulita at 15.00 0 leave comments

Sukar untuk orang lain percaya, tapi itulah yang terjadi, ibu saya memang seorang pembohong!. Sepanjang ingatan saya sekurang-kurangnya 8 kali ibu membohongi saya. Saya perlu catatkan segala pembohongan itu untuk dijadikan renungan anda sekalian. Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba kekurangan.

Kami sering kelaparan. Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis, ingin nasi danlauk yang banyak. Tapi ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan nasinya untuk saya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata : “Makanlah nak ibu tak lapar.” KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk membesarkan kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera. Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi.
Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak suka makan ikan.” KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA 

Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah. Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk. Saya berkata : “Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.” KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada Illahi agar saya lulus ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak haus!”. KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual kua kue agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu… Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga… Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan nasihat mereka. Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta dan saya tidak perlu laki-laki”. KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua. Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu, dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada uang”.  KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang, kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara. Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik hati, menolak ajakan saya. Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata; “Tak usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang”.  KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin. Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya. Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya. Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : “Jangan menangis nak, ibu tak sakit”. KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN

Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali. Dibalik kebohongannya, tersimpan cintanya yang begitu besar bagi anak2nya.
Anda beruntung karena masih mempunyai orangtua… Anda boleh memeluk dan menciumnya. Kalau orangtua anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang, dan berkata, “Ibu/Ayah, saya sayang ibu/ayah”. Tapi tidak saya lakukan, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu…

AKU TERPAKSA MENIKAHINYA

Posted by Restu Narulita at 14.46 0 leave comments
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

***

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

***

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

***

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

***

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

***

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

***

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus . 

kelinci baru kelinci baru

Posted by Restu Narulita at 11.03 1 leave comments
akhirnya kelinci baru datang juga .
dateng sekitar jam 11 an malem dianter langsung sm my D.R.A ..
senengnya sambil nari hula hulaaa hahaha .
sejenis kelinci anggora , sepasang pula . yang satu warna golden . yang satu lagi warna panda .
yang panda kaya orang arab gan matanya pake sipat hihihihiiii .
huwaaaa jajnji deh yang ini mau diurus baik baik .
secaraa ya gudah dua kelinci yang aku pelihara meregang nyawa di tangan ku hahaha jahat ya aku .
padahal aku sayang banget mereka .










 

Restunarulita Blogs :) Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review